Jumat, 24 Desember 2010

Ritual Menjelang Tidur

RITUAL MENJELANG TIDUR

Menjelang anak-anak tidur di malam hari adalah saat yang menyenangkan sekaligus melelahkan bagi saya. Sebagai ibu dari tiga balita cukup repot menidurkan mereka bertiga secara bersamaan. Saya harus mengeloni mereka sendirian karena suami sering dinas keluar kota. Bahkan pernah tinggal berjauhan selama hampir satu tahun. Hanya seminggu sekali anak-anak bertemu bapaknya.
Di kamar tidur, anak-anak biasa menceritakan apa saja yang dialaminya sepanjang hari itu. Si sulung yang sekolah di TK A menceritakan kegiatannya di sekolah, juga kalau ada teman yang mengganggunya. Padahal sepulang sekolah saat ditanya tentang kegiatannya di sekolah, dia bilang tidak tahu. Anak nomer dua (dua tahun) senang bercerita tentang binatang yang dia lihat di sekitar rumah, di jalan saat ikut menjemput sang kakak atau di acara TV. Kami tinggal di pinggiran kota Denpasar, jadi banyak anjing dan babi berkeliaran di jalan, juga sapi yang dibiarkan lepas di lapangan dekat rumah. Bahkan sering muncul biawak yang merambat di atas pagar pembatas di samping rumah. Maklum, rumah kami berbatasan dengan tanah kosong yang rimbun.
Setelah puas bercerita, mereka ganti meminta saya untuk mendongeng. Sambil mendongeng, kedua tangan saya sibuk memenuhi permintaan si sulung dan si tengah, anak nomer dua. Si sulung biasanya minta punggungnya di cubit-cubit, jari-jari tangan dan kakinya ditarik-tarik. Si tengah seneng kalau daun telinganya ditarik-tarik, juga keduapuluh jarinya diputar-putar dan ditarik-tarik. Tidak hanya itu, mereka juga kadang minta ‘diupilkan’ hidungnya, juga dibersihkan telinganya. Padahal, tiap hari minggu telinganya sudah rutin dibersihkan. Soal upil (maaf) ini, sering memicu keributan di antara keduanya, bila salah satu ada yang upilnya lebih besar. Yang upilnya besar bangga, sementara yang lain iri. Duh! Perlu energi ekstra untuk jadi mediator agar keduanya kembali tenang. Bila sedang ribut, sering saya berharap ada lolongan anjing yang keras biar anak-anak segera diam dengan sendirinya. Di Denpasar gonggongan anjing terdengar setiap saat, dan pada malam hari gonggongannya terdengar keras. Bila anak-anak sudah minta ‘diterapi’ ini itu, berarti mereka sudah mengantuk dan hampir terlelap. Sebagai penutup ‘ritual’ menjelang tidur adalah membelai rambutnya sambil membaca doa sebelum tidur juga beberapa surat Al-Qur’an yang pendek
Saat anak-anak menjelang tidur seorang ibu mungkin menjadi orang paling sibuk. Saya sering melakukan empat kegiatan sekaligus: membelai si sulung, memijit si tengah, menyusui si bungsu dan mendongeng. Bagaimana bisa? Saya berbaring miring ke kanan untuk menyusui, tangan kanan membelai atau memijit si sulung yang tidur di samping kanan si bungsu. Tangan kiri memijit atau menarik-narik jari kaki si tengah yang kakinya ditaruh di pinggang saya. Si tengah tidur di belakang saya. Si tengah mau mengerti bila adiknya minum, jadi dia ‘nrimo’ kalau harus dibelakangi. Bila si bungsu tidak sedang minum ASI, saya tidur telentang dengan merentangkan kedua tangan untuk merengkuh mereka. Bagai burung yang membentangkan sayapnya. Dari sini saya baru menyadari kenapa ada yayasan dengan nama “Sayap Ibu.” Seorang ibu dengan kedua tangannya dan segenap jiwa raganya akan melindungi anak-anaknya bagai sayap burung yang membentang. Ini penafsiran saya, para pendiri yayasan tentu punya alasan yang lebih tepat mengapa di sebut sayap ibu.
Saat menjelang tidur sering menuntut saya untuk berperang melawan emosi, dan harus kuat untuk menaklukkan sang emosi. Sebab momen menjelang tidur pun masih sering menjadi ajang keributan antara si sulung dan si tengah. Misalnya si sulung minta dongeng tentang gajah, si tengah minta dongeng kucing. Diajak bergantian tidak mau, masing-masing minta didongengi kisah favoritnya lebih dulu. Bila sudah begini, harus ada dongeng alternatif, biar masing-masing tidak ngotot dengan keinginannya. Selain dongeng, posisi tidur juga menjadi sumber keriuhan, masing-masing minta tidur di sebelah si bungsu. Biar tidak jadi korban dan demi alasan keadilan, akhirnya si bungsu saya pangku.
Setelah ritual menjelang tidur terlewati dan mereka semua tidur, tiada hal lain yang bisa dilakukan selain mengucap alhamdulillah. Kelegaan luar biasa setelah melakukan persuasi sambil menahan emosi untuk mengakomodasi kepentingan ketiga balita seorang diri. Sambil memandangi ketiganya, terucap doa untuk kebaikannya di dunia dan akhirat.
Kamar Tidur Depan, Denpasar
31 Maret 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar