Minggu, 20 Juni 2010

TIAP 1 MUHARRAM

Pada era awal 1990-an, saat syiar Islam belum semarak seperti sekarang, perayaan tahun baru Islam belum begitu terasa gaungnya. Bahkan kapan 1 Muharram datang pun banyak yang tidak tahu. Tahunya ada tanggal merah, dan setelah lihat kalender baru ngeh: oh, 1 Muharram.
Alhamdulillah seiring berkembangnya dakwah Islam dan kemajuan teknologi informasi, satu dasawarsa kemudian kita mulai terbiasa saling mengucapkan Selamat Tahun Baru Hijriah kepada saudara, teman dan kolega. Sehari menjelang 1 Muharram biasanya sudah kebanjiran SMS menyambut tahun baru Islam ini. SMS-SMS ini bagai warning bagi saya untuk mengevaluasi apa yang sudah saya lakukan satu tahun ini.
Pada malam 1 Muharram biasanya bermuhasabah atas ucapan, sikap, perbuatan selama setahun ini. Ibadah-ibadah yang masih jauh dari harapan sebagai seorang muslim yang mengharap ridha Alloh SWT. Air mata meleleh manakala ingat betapa banyak dan rumit persoalan-persoalan umat, juga beban derita yang ditanggung saudara-saudara sesama muslim di sekeliling kita, sementara saya belum mampu berbuat apa-apa. Sungguh malu, Alloh SWT memberi kesehatan fisik dan mental, tetapi kontribusi untuk orang-orang di sekitar kecil sekali. Kesibukan mengurus rumah tangga sering dijadikan alasan untuk lari dari permasalahan-permasalahan umat. Hanya penyesalan yang tersisa kenapa waktu satu tahun tidak dimanfaatkan secara optimal untuk berbuat yang terbaik. Waktu tidak bisa diputar kembali, waktu terus berlalu hingga fajar 1 Muharram datang kembali.
Pada 1 Muharram jiwa segar kembali bagai bunga layu yang disiram air. Bagai tanah kering yang diguyur hujan dan kemudian siap ditanami. Kejenuhan akan rutinitas sehari-hari seperti hilang tergantikan semangat menyambut harapan baru, kegiatan baru dan peluang-peluang baru. Pada 1 Muharram dengan semangat rencana-rencana selama satu tahun kedepan dibuat, jadual kegiatan sehari-hari disusun. Banyak kegiatan yang ditulis untuk dilaksanakan, mulai sholat tahajjud, berkebun, merawat diri secara intensif hingga proyek menulis buku. Wah! Ceklis kegiatan dan ‘ proyek’ ini sepertinya mudah dilakukan. Seakan-akan tinggal mengayun satu langkah, semua itu akan tercapai.
Namun dalam prakteknya sulit dilakukan. Makin lama kita meninggalkan 1 Muharram, semangat perbaikan yang membara dalam segala hal lambat laun meredup. Target-target yang ditetapkan tidak semua tercapai. Ibadah-ibadah sunah tidak sepenuhnya dijalani, beberapa proyek terbengkalai. Sering saya berdalih, namanya iman kan naik turun, wajar kalau ibadah kadang kenceng kadang kendor. Kondisi tubuh juga tidak selalu prima, kadang fit kadang loyo. Betapa sulit untuk istiqomah dalam kebaikan. Kekurangmampuan dalam manajemen diri ternyata jawabnya. Manajemen diri berarti juga manajemen waktu yang harus dikelola dengan cermat selama 24 jam. Manajemen diri ini bisa berjalan baik kalau kita mau disiplin. Disiplin bisa tegak bila kita tahu arah yang dituju. Dalam hal ini visi hidup harus jelas, agar dalam perjalanannya tidak melenceng tak tentu arah.
Perlu dicanangkan dalam diri kita, saat 1 Muharram datang adalah saat untuk tersenyum menikmati hasil-hasil yang sudah diraih selama satu tahun. Bukan penyesalan-penyesalan yang tiada guna.

Wininatin Khamimah

SAAT ANAKKU TERLELAP

Beragam perasaan muncul saat memandangi wajah putri kami yang sedang terlelap. Hal ini sering saya lakukan saat dia baru tertidur di pangkuan sehabis minum ASI. Rasa syukur tak terkira kepada Sang Khalik atas karunia yang begitu besar. Kehadirannya begitu kami rindukan, setelah tiga tahun lebih usia pernikahan kami, akhirnya bayi mungil ini hadir juga.
Saat menatapnya secara otomatis doa dan harapan saya ucapkan untuk putri kami. Pada detik yang sama, saya juga langsung teringat pada almarhumah ibu saya, kemungkinan besar beliau juga melakukan hal yang sama saat saya masih bayi dulu. Doanya sama seperti doa saya untuk putri kami, demikian juga harapan-harapannya. Betapa kecewanya ibu bila saya tumbuh tidak sesuai harapannya. Misalnya bertindak semaunya di luar koridor agama. Alhamdulilah, ibu dengan ketat menanamkan nilai-nilai Islam sejak kami masih dalam kandungan hingga kami dewasa. Hal ini juga yang ingin saya tanamkan pada putra putri kami. Sebaliknya, alangkah bahagia ibu bila saya tumbuh sesuai dengan harapannya. Sekarang saya baru merasakan perjuangan dan pengorbanan ibu saat mengandung, melahirkan dan membesarkan saya. Sungguh, sulit dinalar bila ada anak yang tega menyia-nyiakan, membentak bahkan membunuh ibunya sendiri. Juga tidak sedikit anak yang lebih memilih pacarnya dan meninggalkan ibunya bila sang ibu tidak sependapat dengan sang anak tentang pilihan calon istri atau suami anaknya. Naudzubillah mindzalik. Dalam sebuah hadist jelas bahwa ridho Alloh ada pada ridho orang tua. Doa pun mengalir untuk almarhumah ibu saya, semoga Allloh SWT mengampuni dosa-dosanya dan memberi tempat yang mulia di alam keabadian.
Saat menatap wajah mungil nan tenang ini, betapa Alloh SWT menciptakan manusia begitu sempurna. Mata, mulut, dan telinga dibuat begitu pas baik letak, jumlah dan fungsinya. Demikian juga dahi, alis, bulu mata, hidung dan pipi. Bukan tanpa alasan Alloh SWT menciptakan semua ini. Saya mencoba menafsirkan maksud Alloh menciptakan manusia dengan dua telinga, dua mata dan satu mulut. Kita diberi dua telinga di kiri dan kanan, dan satu mulut di antara kedua telinga. Agar kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Bila datang suatu masalah kita juga harus mendengar secara adil dari kedua belah pihak, baru berbicara. Letak telinga di atas mulut, ini juga bukan tanpa alasan, alangkah baiknya kalau kita lebih dulu mendengar daripada buru-buru berkomentar atas suatu masalah yang belum diketahui secara benar duduk permasalahannya. Demikian juga letak dan jumlah mata kita. Alloh SWT menuntun agar kita lebih banyak melihat daripada berbicara. Sebaiknya lebih dulu melihat segala sesuatunya secara adil baru berbicara. Itulah mengapa mata ada di atas mulut. Sungguh, Alloh tidak menciptakan sesuatu pun yang sia-sia. Dan tak ada ciptaan-Nya yang dibuat tanpa alasan.
Bila kita mampu menggunakan mata, telinga dan mulut secara benar insaalloh pasti kita menjadi manusia yang arif, bijaksana dan mulia dunia akhirat.

Wininatin Khamimah